ASKEP jiwa resiko bunuh diri
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO BUNUH DIRI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat
ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara, baik
negara maju maupun negara berpendapatan menengah dan rendah. Bunuh diri
merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang
tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri
adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesipik
untuk bunuh diri (Yosep, 2010).
Berdasarkan
laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, di banyak negara, bunuh
diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada penduduk berusia 15-29 tahun.
Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena bunuh diri. WHO juga mencatat,
setiap 40 detik satu orang di dunia meninggal karena bunuh diri dengan rasio
11,4 per 100.000 populasi (Kompas, 2015).
Di
Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100.000 populasi. Pada
tahun 2012, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat ada 981 kasus
meninggal karena bunuh diri. Jumlah ini sedikit menurun jadi 921 kasus di tahun
2013 dengan rasio 0,4-0,5 kasus per 100.000 populasi (Kompas, 2015).
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi
berada pada kelompok usia
remaja dan dewasa muda (15–24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan
melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide)
empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh
diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan
kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri (Dalami,
2009).
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia,
pecandu alkohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum
pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog (Sujono dan
Teguh, 2010).
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim
kesehatan diantaranya adalah:pertama, suicide merupakan perilaku yang
bisa mematikan dalam setting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor–faktor yang
berhubungan dengan staf antara lain:kurang adekuatnya pengkajian pasien yang
dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan
training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara
kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap
perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues
perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam
menurunkan angka suicide di
rumah sakit (Jenny,
dkk, 2010).
Perawat atau
tenaga kesehatan lain hendaknya memberi saran, motivasi bahkan mencegah
terjadinya bunuh diri pada klien sehingga klien dapat menyalurkan kemarahannya
pada tempat dan situasi yang benar dan positif sehingga tidak membahayakan
pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan aktifitas ataupun kegiatan yang
dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko bunuh diri klien sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah peran dari
setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada timbulnya resiko
bunuh diri yang dilakukan oleh klien (Yosep, 2009).
Berdasarkan
latar belakang diatas, kelompok kami akan membahas tentang “asuhan keperawatan
jiwa tentang resiko bunuh diri”.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu mengetahui konsep atau teoritis dari resiko bunuh diri.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui defenisi bunuh diri.
b.
Mengetahui etiologi bunuh diri .
c.
Mengetahui manifestasi klinis klien resiko bunuh
diri.
d. Mengetahui
jenis-jenis prilaku bunuh diri.
e. Mengetahui
proses terjadinya masalah resiko bunuh diri.
f.
Mengetahui asuhan keperawatan klien resiko bunuh
diri.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Defenisi Bunuh Diri
Bunuh
diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri hidupnya. Bunuh diri ini
dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Keliat, 2009).
Menurut Beck (2008) bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri. Beck
(2008) mengemukakan rentang harapan–putus harapan merupakan rentang adaptif–maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Tabel
1. Rentang Harapan-Putus Harapan (Beck, 2008)
|
|
Respon
Maladaptif
|
|
Harapan
|
Putus Harapan
|
|
-
Yakin
|
-
Tidak berdaya
|
|
-
Percaya
|
-
Putus harapan
|
|
-
Inspirasi
|
-
Apatis
|
|
-
Tetap Hati
|
-
Gagal dan Kehilangan
|
|
-
Respon
|
-
Ragu-ragu
|
|
|
-
Sedih
|
|
|
-
Depresi
|
|
|
-
Bunuh Diri
|
1. Rentang adaptif : Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi,
Tetap hati, Respon.
2. Rentang Maladaptif :
a. Ketidakberdayaan,
keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru
serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan,
ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya:kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu
akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan
bunuh diri.
c. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
B.
Etiologi
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab
terjadinya bunuh diri
adalah sebagai berikut :
1. Genetic
dan teori biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh
diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri.
2. Teori
sosiologi
Emile Durkheim
membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak
terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik
(Melakukan suicide untuk kebaikan
masyarakat) dan anomic
(suicide karena kesulitan dalam
berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori
psikologi
Sigmund Freud
dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang
diarahkan pada diri sendiri (Sujono dan Teguh, 2009).
Sebagai tambahan dari penyebab terjadinya bunuh diri, Cook dan Fontaine (1987 dalam Yosep,
2010) menerangkan penyebab bunuh diri dari masing-masing golongan usia.
1. Pada anak
a. Pelarian
dari penganiayaan atau pemerkosaan.
b. Situasi
keluarga yang kacau.
c. Perasaan
tidak disayang atau selalu dikritik.
d. Gagal
sekolah.
e. Takut
atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan
orang yang dicintai.
g. Di
hukum orang lain.
2. Pada remaja
a. Hubungan
interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit
mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian
dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan
tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan
orang yang dicintai.
f. Keadaan
fisik.
g. Masalah
dengan orang tua.
h. Masalah
seksual.
i.
Depresi.
3. Pada dewasa
a. Self-ideal
terlalu tinggi.
b. Cemas
akan tugas akademik yang banyak.
c. Kegagalan
akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
d. Kompetisi
untuk sukses.
4. Pada usia lanjut
a. Perubahan
status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit
yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan
tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian
dan isolasi social.
e. Kehilangan
ganda (seperti pekerjaan , kesehatan, pasangan).
f. Sumber
hidup berkurang.
C.
Manifestasi Klinis
1. Keputusasaan.
2. Celaan
terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna.
3. Alam
perasaan depresi.
4. Agitasi
dan gelisah.
5. Insomnia
yang menetap.
6. Penurunan
BB.
7. Berbicara
lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk
psikiatrik :
a. Upaya
bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan
afektif.
c. Alkoholisme
dan penyalahgunaan obat.
d. Kelainan
tindakan dan depresi mental pada remaja.
e. Dimensia
dini/status kekacauan mental pada lansia.
f. Riwayat
psikososial:
1) Baru
berpisah, bercerai/kehilangan.
2) Hidup
sendiri.
3) Tidak
bekerja, perbahan/kehilangan pekerjaan baru dialami.
9. Faktor-faktor
kepribadian.
1) Implisit,
agresif, rasa bermusuhan.
2) Kegiatan
kognitif dan negative.
3) Keputusasaan.
4) Harga
diri rendah.
5) Batasan/gangguan
kepribadian antisocial (Keliat, 2009).
D.
Jenis-Jenis
Bunuh Diri
Menurut Keliat (2009)
tahapan bunuh diri adalah sebagai berikut:
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan
individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam
keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan
tradisi khusus ataupun
ia cenderung untuk bunuh diri karena
indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkan
nya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi
antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada
pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
E.
Proses Terjadinya Masalah
Menurut Stuart (2006) penyebab bunuh diri antara lain :
1. Faktor Prediposisi:
a.
Diagnostik
Lebih
dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu
beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat
kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan
psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat
keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor
biokimia
Data menunjukkan bahwa
secara serotogenik, apatengik,
dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif
diri.
2. Faktor Presipitasi:
a. Perasaan
terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d. Cara
untuk mengakhiri keputusasaan.
F.
Pohon
Masalah
|
||||||||
|
||||||||
![]() |
||||||||
G.
Sumber Dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2006) terdapat sumber dan mekanisme
koping pada
perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber
Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang
ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang
menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang
mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya
sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme
Koping
Mekanisme
pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak langsung adalah
:
a. Denial,
mekanisme koping yang paling menonjol.
b. Rasionalisme.
c. Intelektualisasi.
d. Regresi.
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada
diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya
kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya
terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar
dapat mengatasi masalah. Bunuh diri
yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
H.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
Medis
Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa.
Apakah orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak
ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri
membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau
orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui
komunikasi terapeutik.
2. Penatalaksanaan
Keperawatan
a.
Tindakan keperawatan untuk pasien.
1) Tujuan
:
a) Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien
dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
c) Klien
dapat mengekspresikan perasaannya.
d) Klien
dapat meningkatkan harga diri.
e) Klien
dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Tindakan keperawatan
a) Membina
Hubungan Saling percaya kepada pasien.
1. Perkenalkan
diri dengan klien.
2. Tanggapi
pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3. Bicara
dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat
hangat dan bersahabat.
5. Temani
klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
1. Jauhkan
klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali,
kaca, dll).
2. Tempatkan
klien
di
ruangan yang tenang
dan selalu
terlihat oleh perawat.
3. Awasi
klien secara ketat setiap saat.
c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
1. Dengarkan
keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap
empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri
dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4. Beri
waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain
lain.
d) Membantu
pasien untuk meningkatkan harga dirinya.
1. Bantu
untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji
dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3. Bantu
mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
e) Membantu
pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif.
1. Ajarkan
untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari
(misal:berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis sura, dll).
2. Bantu
untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
3. Beri
dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
b. Tindakan
keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan:
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah rasa ingin bunuh diri.
2) Tindakan
keperawatan:
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang
ingin bunuh diri adalah :
a) Membina
hubungan saling percaya.
1. Panggil
klien dengan nama panggilan yang disukai.
2. Bicara
dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b) Membantu
pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
1. Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2. Hindari
penilaian negatif detiap pertemuan klien.
3. Utamakan
pemberian pujian yang realitas.
c) Membantu
pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga.
1. Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2. Diskusikan
pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
d) Melakukan
kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.
1. Rencanakan
bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
2. Beri
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3. Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Memanfaatkan
sistem pendukung yang ada.
1. Beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien.
2. Bantu
keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu
keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri
reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengkajian
a. Kaji
Keluhan utama klien.
b. Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan.
1) Riwayat
percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
2) Riwayat
keluarga terhadap bunuh diri.
3) Riwayat
gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia.
4) Riwayat
penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5) Klien yang
memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial.
6) Klien yang
sedang mengalami kehilangan dan proses berduka.
c. Konsep
diri
(Umumnya
pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukkan harga diri
yang rendah).
d. Alam
perasaan.
(
) sedih ( ) putus asa
(
) ketakutan ( ) gembira berlebihan
(pasien
pada umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam).
e. Interaksi
selama wawancara
(
) bermusuhan ( ) Tidak
kooperatif
(
) Defensi ( )
Kontak mata kurang
(
) mudah tersinggung ( ) curiga
(pasien
biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang).
f. Afek
(
) Datar ( ) Labil
(
) Tumpul ( ) Tidak sesuai
(pasien
biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul).
g. Mekanisme
koping maladaptive.
(
) minum alkohol ( ) bekerja
berlebihan
(
) reaksi lambat ( )
mencederai diri
(
) menghindar ( ) lainnya
(pasien
biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri).
h. Masalah
psikososial dan lingkungan.
(
) masalah dengan dukungan keluarga.
(
) masalah dengan perumahan.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Resiko Bunuh Diri.
C.
Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada pasien bunuh diri dan keluarga
terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh
diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
2. Isyarat
bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan
dengan berperilaku secara tidak
langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh
diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/
putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan
bunuh diri
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
Rencana tindakan keperawatan:
a.
Ancaman
bunuh diri
1. Tindakan
keperawatan pada pasien ancaman percobaan bunuh diri.
a) Tujuan
keperawatan
Pasien
tetap aman dan selamat.
b) Tindakan
keperawatan
Melindungi
pasien dengan cara :
1) Temani
pasien terus menerus sampai pasien dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Jauhkan
semua benda yang berbahaya (misalnya; pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Periksa
apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
4) Dengan
lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri.
SP 1 pasien : melindungi pasien dari
ancaman percobaan bunuh diri.
Orientasi:
“Selamat pagi A, kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas
di
ruang
Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang.”
“Bagaimana perasaan A hari ini?”
“Bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”
Kerja
“Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan
bencana ini A merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?
apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk
menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A
pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A
rasakan?”
(Jika klien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera
dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi klien, misalnya dengan
mengatakan, “Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan A.”)
“Karena A
tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya
tidak akan membiarkan A sendiri.”
“Apa yang A
lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka
untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini
dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya,
katakana kepada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
Saya pecaya A dapat mengatasi masalah.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara
mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba
A sebutkan lagi cara tersebut!”
“Saya
akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang.” (Jangan meninggalkan
pasien).
2.
Tindakan
keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan Keperawatan
Keluarga berperan serta melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
b. Tindakan
Keperawatan
1) Menganjurkan
keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien
sendirian.
2) Menganjurkan
keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
3) Menganjurkan
keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan
kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP 1 Keluarga : Percakapan dengan keluarga
untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.
Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu,
kenalkan saya Suster
B, yang merawat
putra Bapak dan Ibu di rumah sakit ini.”
“Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap selamat dan
tidak melukai dirinya sendiri.
Bagaimana
kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” (Sambil kita awasi terus
A).
Kerja
“Bapak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena
kehilangan sahabat karibnya akibat bencana yang lalu sehingga sekarang A selalu
ingin mengakhiri hidupnya.” Karena kondisi A yang dapat mengakhiri hidupnya
sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi A terus menerus. Bapak / Ibu harus
ikut mengawasinya.
Dalam
kondisi serius seperti ini, A tidak boleh ditinggal sendirian sedikit pun.”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat di
gunakan A untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, dan ikat
pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disekitar A. Selain itu,
jika berbicara dengan A fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan
negatif. A sebaiknya punya kegiatan positif, seperti melakukan hobinya bermain
sepak bola, supaya tidak sempat melamun sendiri.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah mengetahui cara
mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba
Bapak dan Ibu sebutkan kembali cara menjaga A tetap selamat dan tidak melukai
dirnya. Baiklah, mari kita temani A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”
b.
Isyarat
bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah
1) Tindakan
keperawatan
a. Tujuan
keperawatan
1) Pasien
mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2) Pasien
mampu mengungkapkan perasaannya.
3) Pasien
mampu meningkatkan harga dirinya.
4) Pasien
mampu menggunakan cara penyelesaian masaalah yang baik.
2) Tindakan
keperawatan
a) Mendiskusikan
cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga
atau teman.
b) Meningkatkan
harga diri pasien dengan cara :
1. Memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
2. Memberikan
pujian jika pasien
dapat mengatakan perasaan
positif.
3. Meyakinkan
pasien bahwa dirinya penting.
4. Mendiskusikan
keadaan yang seharusnya disyukuri oleh pasien.
5. Merencanakan
aktifitas yang dapat pasien lakukan.
c) Tingkatkan
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1.
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masaalahnya.
2.
Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing
cara penyelesaian masalah.
SP 1 pasien : melindungi pasien dari
isyarat bunuh diri.
Orientasi
“Selamat pagi B! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan
B hari ini? Jadi, B merasa tidak perlu lagi hidup didunia ini. Apakah B merasa
ingin bunuh diri?”
“Baiklah
kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginain ingin bunuh diri. Mau berapa lama? Di mana? Di sini saja yah?”
Kerja
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan ingin mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B
ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah
B, karena B tampaknya memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B,
maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa
yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.”
Terminasi
“bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa
sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana Masih
ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan atau dorongan untuk
bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah
tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertamu B lagi, untuk membicarakan
cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”
SP 2 Pasien : meningkatkan harga diri
pasien isyarat bunuh diri
Orientasi
“selamat pagi B! bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah
dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu,
sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih
B miliki. Mau berapa lama? Di mana?”
Kerja
“Apa saja dalam kehidupan B yang perlu disyukuri, siapa saja
kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang
baik dalam kehidupan b. keadaan yang bagaimana yang membuat b merasa puas?
Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik dan patut B syukuri. Coba B
sebutkan kagiatan apa yang masih dapat B lakukan selama ini. Bagaimana kalau B
mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa
sebutkan kembali apa-apa saja yang patut syukuri dalam kehidupan B? Ingat dan
ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri
kehidupan (afirmasi). Bagus B! Coba B ingat lagi hal-hal lain yang masih B
miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jan 12 kita bahas tentang cara mengatasi
masalah dengan baik, Dimana tempatnya? Baiklah.” “kalau ada perasaan-perasaan
yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!”
SP 3 pasien: Meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri.
Orientasi
“selamat siang B. bagaimana perasaannya? Masih ada keinginan
bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita
akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini
timbul. Mau berapa lama? Di sini saja, ya?”
Kerja
“coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri.
Selain bunuh diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya? Ternyata banyak juga
jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian
masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling
menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bias coba! Mari
kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara
mengatasi masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B
menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi. Besok dijam yang sama
kita akan bertemu lagi di sini untuk membahas pengalaman B menggunakan cara
yang dipilih.”
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
pasien isyarat bunuh diri.
a. Tujuan Keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang
beresiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan
1)
Mengajarkan
keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
(a)
Menanyakan
keluarga tentang anda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien.
(b)
Mendiskusikan
tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien yang beresiko bunuh
diri.
2)
Mengajarkan
keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
(a)
Mendiskusikan
tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien memperlihatkan tanda dan
gejala bunuh diri.
(b)
Menjelaskan
tentang cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan:
(1)
Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien
ditempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri dikamrnya atau
jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
(2) Menjauhkan
barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. jauhkan pasien dari
barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti : tali, bahan bakar
minyak/bensin, api, pisau, atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti
oba nyamuk atau racun serangga.
(3) Selalu
melakukan pengawasan dan meningkatkan pengawasan jika tanda dan gejala bunuh
diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasiean tidak
menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
3) Mengajarkan
keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan jika pasien melakukan percobaan
bunuh diri dengan cara:
(a) Mencari
bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh
diri tersebut.
(b) Segera
membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan bantuan
medis.
4) Membantu
keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
(a) Memberikan
informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
(b) Menganjurkan
keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh diri.
(c) Menganjurkan
keluarga untuk membantu pasien minum obat seuai prinsip lima benar cara
penggunaannya dan benar waktu penggunaannya.
SP 1 keluarga : mengajarkan
keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga beresiko bunuh diri (isyarat
bunuh diri).
Orientasi
“selamat siang pak, bu ! bagaiman keadaan anak bapak/ibu ?”
“hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri. “dimana kita akan diskusi ?”
“bagaimana
kalau diruangan wawancara ? berapa lama bapak/ibu punya waktu untuk diskusi ?”
Kerja
“apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku atau ucapan B ?”
“bapak/ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh
diri. pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda
melalui percakapan misalnya :” saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih
baik tanpa saya. Apakah B pernah mengatakannya ?” “kalau
bapak/ibu menemukan tanda
dan gejala tersebut, sebaiknya
bapak/ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari
B secara serius.”
“pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B
sendirian dirumah atau jangan dibiarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan
tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk
bunuh diri, sebaiknyadicegah dnegan meningkatkan pemngawasan dan beri dukungan
untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa bapak/ibu sayang pada B.
Katakan juga kebaikan-kebaikan B !”
“ usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak ibu memuji B dengan
tulus. Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya bapak/ibu
mencari bantuan orang lain. Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk
kepuskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih
serius.” “setelah kembali kerumah, bapak/ibu perlu membantui agar Bterus
berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri “
Terminasi
“Bagaimana Pak/bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat
ulangi kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?” “Ya,
bagus. Jangan lupa pengawasanya ya!jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan
datang tentang cara-cara meningkatkan harga diri
B dan penyelesaian masalah.”
“Bagaimana
Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian , sampai bertemu lagi minggu depan disini dan
diwaktu yang sama.”
SP 2 keluarga : melatih keluarga
cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh diri.
Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu, sesuai janji kita minggu lalu kita
sekarang ketemu lagi.” “Bagaimana Pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat
yang kita bicarakan minggu lalu ?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak,bu?” kita
akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya ?” “Berapa
Lama Bapak dan ibu mau kita latihan ?”
Kerja
“Sekarang anggap saya B, coba bapak dan ibu praktikan cara bicara yang
benar jika B sedang mengalami perasaan ingin mati.” “Bagus, betul begitu
caranya.” “sekarang coba praktikan cara memotivasi B minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadwal?” “Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah
mengerti cara merawat B.”
“Bagaimana kalau sekarang kita
mencoba nya langsung kepada B ?” ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada
pasien)
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B
dirumah?” “Setelah ini coba Bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi
setiap kali bapak dan ibu membesuk B.” “Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi
Bapak dan Ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat B
sampai Bapak dan Ibu lancar melakukannya.” “jam berapa Bapak dan Ibu bisa
kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi ditempat ini ya, Bu.”
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan
pulang bersama keluarga pasien resiko bumuh diri.
Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang , sebaiknya kita
membicarakan jadwal B selama dirumah . Berapa lama kita bisa diskusi? Kita
bicara disini saja ya ?”
Kerja
“Pak, Bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah
dilakukan dirumah?” “tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktifitas maupun
jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh B selama dirumah. Misalnya , B terus-menerus mengatakan ingin
bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi suster H dipuskesmas
inderapuri, puskesmas terdekat dari rumah Ibu dan Bapak, ini nomor telepon
puskesmasnya (0561) 853xxx”.
“selanjutnya suster H yang akan membantu perkembangan B”.
Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum kelas? Ini jadwal kegiatan
harian B untuk dibawa pulang. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat
habis atau ada gejalan yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya!”
D.
Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi
dilakukan terhadap kemampuan pasien risiko bunuh diri dan keluarganya serta
kemampuan perawat dalam merawat pasien risiko bunuh diri.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh pasien untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat,
2009).
B.
Saran
Dengan adanya
pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengerti dan dapat memahami
mengenai resiko bunuh diri beserta dengan asuhan keperawatannya. Dengan tujuan
agar dapat bermanfaat untuk menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E, (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta, Trans Info
Media.
Jenny, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan, USU Press.
Keliat. B.A, (2009). Tingkah Laku Bunuh
Diri. Jakarta, EGC.
Kompas,
(2016) di Peroleh dari situs kompas.com pada tanggal 18 Mei 2016.
Stuart, GW, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
Jakarta, EGC.
Sujono & Teguh, (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta, Graha Ilmu.
Yosep, I, (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung, Refika Aditama.


0 komentar: