Pengalaman Nyata Cerita Dokter
Setelah saya tamat dokter pada tahun 2003, saya mengajukan lamaran sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan tujuan Provinsi Maluku. Dan saya diterima pada akhir April 2004 dan berangkat pada tanggal 19 Mei 2004.
Setelah melalui perjalanan yang melelahkan dan menegangkan (karena belum tahu suasana daerah akan dikunjungi) sampailah saya di pulau Ambon. Dan dengan melewati laut dari Bandara Pattimura, Laha, sampailah saya di kota Ambon dan diterima dengan baik oleh dinas kesehatan di sana. Singkat kata saya ditempatkan di Puskesmas Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah selama 2 tahun.
Yang mungkin saya rasakan saat pertama kali PTT dan mungkin juga teman-teman yang bertugas jauh dari kampung halamannya adalah perasaan asing atau terasing saat mengunjungi daerah baru. Saya sempat kecewa dengan keadaan tempat saya bekerja yang jauh dari bayangan saya dan menyesal mengapa saya mau berangkat kemari ke daerah yang adat istiadatnya jauh dari asal saya. Cara bahasa, makanan dan sopan santun sama sekali berbeda. Hal ini membuat saya sedih bahkan ada teman PTT-ku yang menangis karenanya. Rupanya ini yang disebut dengan shock budaya.
Untuk mengatasi hal tersebut, saya harus bisa beradaptasi secepat mungkin. Caranya adalah dengan mencari teman di daerah PTT. Bukan hanya rekan kerja di Puskesmas tapi rekan berolah raga atau memiliki hobi yang sama. Lama kelamaan saya mengetahui adat istiadat tempat saya bekerja dan saya pun menjadi terbiasa. Hilanglah apa yang disebut shock budaya. Orang bilang “Cinta datang karena biasa”
NEXT
Sewaktu bertugas sebagai dokter PTT dulu, saya pernah mendapatkan pengalaman yang menarik. Waktu itu ada kejadian ledakan pada tangki penyimpan minyak yang mengakibatkan empat orang mengalami luka bakar. Luka bakar yang mereka alami cukup luas sekitar 20-30% dari luas permukaan tubuh dengan derajat 2. Tidak seperti pusat-pusat kesehatan yang memiliki ruang perawatan khusus luka bakar, karena kurangnya fasilitas di rumah sakit Tulehu, Ambon, tempat saya bekerja, pasien-pasien tersebut dirawat semampunya dengan dipasang infus Ringer Laktat, injeksi antibiotik saat itu tersedia ampicilin 3 x 1 gram dan anti nyeri. Untuk perawatan lukanya diberikan salep kulit oxytetrasiklin dan kasa yang dibasahi NaCl 0,9%.
Setelah dirawat beberapa jam pasien meminta menggunakan alas daun pisang untuk mengurangi panas dan sakit yang dirasakan. Aneh memang, karena selama pendidikan dokter kita tidak mengenal hal-hal yang demikian. Tapi menurut penduduk setempat, jika mengalami luka bakar biasanya dibalut dengan daun pisang. Kita izinkan asal kulit pisang tersebut tidak langsung menyentuh kulit yang sakit. Dan agaknya setelah menggunakan daun pisang tersebut, mereka merasa nyaman. Jadi kayak kue lemper deh!
Setelah beberapa hari dirawat, luka yang diderita mulai mengering. Lalu pasien-pasien tersebut meminta menggunakan madu untuk merawat lukanya. Karena saya pikir lukanya mulai mengering dan madu sudah digunakan sebagai obat sejak jaman dahulu, tidak ada salahnya untuk dicoba dengan catatan obat yang lain dilanjutkan.
Tujuh hari pun berlalu sejak pasien-pasien luka bakar tersebut datang. Alhasil, ternyata luka bakar yang diderita membaik dan mulai mengalami penyembuhan. Alhamdulillah ternyata daun pisang dan madu berkhasiat untuk menyembuhkan luka bakar ringan. Pasien pun saya pulangkan

0 komentar: