Askep Emboli Paru

ASKEP EMBOLI PARU


BAB I
PENDAHULUAN

            Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter bagi gumpalan darah ( embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik. Akan tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar, mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru yang menyebabkan aliran darah terhambat.
            Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penykit tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh engan menggunakan kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama, thrombus akan mudah terlepas dan terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera dan penyakit penggumpalan darah merupakan predisposisi untuk terjadinya emboli paru.



 BAB II
KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya.
Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf)
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)
            Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

B.     Etiologi
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621) disebabkan oleh
1.       Bekuan darah
2.       Gelembung udara
3.       Lemak
4.       Sel tumor

C.    Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth,2011)
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 2001.621)
Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth,200.621)

D.    Patofisiologi
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth,2001.621)
Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth,2001.621)

E.     Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (2001.622) adalah :
1.       Rontgen dada
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.
2.       EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.
3.       Pletismografi impedans
Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.
4.       Gas darah arteri
Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.

F.     Komplikasi
Komplikasi akibat emboli paru adalah :
1.    Gagal napas,
2.    Gagal jantung kanan akut, dan
3.    Hipertensi

G.    Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup beragam modalitas :
1.    Terapi antikoagulan
     Terapi antikoagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.
2.    Terapi trombolitik
     Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.
3.    Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
     Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru.
4.    Intervensi bedah
     Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
1.       jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas
2.       jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
3.       jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru

H.    Pencegahan
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.
Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
1.      Menggunakan stoking elastis
2.      Melakukan latihan kaki
3.      Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
            Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.
Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.

I.       Intervensi kedauratan.
Embolisme paru masif adalah benar-benar mengancam jiwa, kedarutan medis, kondisi klien cenderung menurun dengan cepat.sasaran langsung pengobatan adalah untuk menstabilkan system kardiorespirasiMayoritas klien yang mati akibat embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam 2 jam pertama setelah kejadian embolik.
Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :
1.      Oksigen nasal di berikan dengan segera untuk menghilangkan hipoksemia,distres pernapasan,dan sianosis.
2.      Infus itervena dimulai untuk membuat rute untuk mobat atau cairan yangt akan diperlukan.
3.      Dilakukan angiografi paru,tindakan-tindakan hemodinamik ,penentuan gas darah arteri,dan pemindaian perfusi paru.peningkatan tahanan paru mendadak meningkatkan kerja ventrikel kana,yang dapat menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan syok kardiogenik.
4.      Jika klien menderita akibat embolisme masif dan juga hipotensif,kateter urin indwelling dipasang untuk memantau haluaran urin.
5.      Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai efek mendilatasi pada pembuluh pulmonal dan bronki) dopamine.
6.      EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel kanan,yang dapat terjadi secara mendadak.
7.      Glikosida digitalis,diuretic intravena dan agens andtidisritmia diberikan bila dibutuhkan.
8.      Darah diambil untuk diperiksa elektrolit serum,nitrogen urea darah,hitung darah lengkap,dan hematokrit.
9.      Jika pengkajian klinis dan gas darah menunjukkan kebutuhan klien ditempatkan pada ventilator volume-terkomtrol.
10.  Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan ansietas klien,untuk menyingkirkan ketidaknyamaan pada dada,untuk memperbaiki toleransi selang endotrakea,dan untuk memudahkan adaptasi terhadap ventilator mekanis.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
a.       Identitas
·         Nama
·         Usia
·         Status perkawinan
·         Perkerjaan
·         Agama
·         Pendidikan
·         Suku
·         Bahasa yang digunakan
·         Alamat rumah
·         Sumber biaya
·         Tanggal masuk RS
·         Diangnosa medis

Sumber informasi(penanggung jawab):
·       Nama
·       Hubungan dengan klie

b.        Riwayat Kesehatan
1.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :
a.       Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
1.      Usia mulainya merokok secara rutin.
2.      Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
3.      Usia melepas kebiasaan merokok.
b.      Pengobatan saat ini dan masa lalu
c.       Alergi
d.      Tempat tinggal

2.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
a.       Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
b.      Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
c.       Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

3.      Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
a.      Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.

b.      Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ? kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
c.       Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
d.      Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

B.     Pemeriksaan  fisik
1.        Pola  aktifitas / istirahat
       Gejala: kelelahan, dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,
       tanda: gelisa, lemah, imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
2.      Pola makana dan cairan
Gejala: kehilang napsu makan, mual / muntah.
Tanda: berkeringat, edema tungkai kiri atas glukosa dalam urin
3.      Pola  eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urin
Tanda: urin kateter terpasang, bising usus samar
4.      Sistim kardiovaskuler
Tanda: takikardia
Penurunan tekanan darah (hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.
5.      Sistem  respirasi
Gejala: kesulitan bernapas
Tanda: peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan
6.      Sistem neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal
tanda: perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
7.      Integrasi ego
Gejala: perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup, takut mati.
Tanda: ketakutan, gelisah, ansietas, gemetar, wajah tegang, peningkatam keringat.
8.      Keamanan
Gejala: adanya trauma dada
Tanda: berkeringat, kemerahan,kulit pucat

C.     Diagnosa
1.      Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
2.      Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
4.      Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

D.     Intervensi
Diagnosa 1
Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
Tujuan
·         Pola nafas efektif
Kriteria hasil
1.    Menunjukkan pola napas normal/efektif dng gda normal.
2.    Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi 1
·         Identifikasi etiologi atau factor pencetus
Rasional
·         Mengetahui etiologi dan faktor pencetus
Intervensi 2
·         Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
Rasional
·         Dapat mengakaji fungsi pernafasan
Intervensi 3
·         Auskultasi bunyi napas
Rasional
·         Dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak
Intervensi 4
·         Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus
Rasional
·         Dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain
Intervensi 5
·         Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Rasional
·         Untuk memudahkan klien bernafas
Intervensi 6
·         Berikan oksigen melalui kanul/masker
Rasional
·         Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

Diagnosa 2
Tujuan
·         Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil
1.    Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
2.    Pasien tampak tenang
Intervensi 1
·         Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
Rasional
·         Dapat mengetahui skala nyeri pada klien
Intervensi 2
·         Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
Rasional
·         Klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
Intervensi 3
·         Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
Rasional
·         Dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien
Intervensi 4
·         Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional
·         Dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Tujuan
·         Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.
Kriteria hasil
1.      Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.
Intervensi 1
·         Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.
Rasional
·         Mengetahui normal atau tidaknya pernafasan
Intervensi 2
·         Berikan tambahan oksigen
Rasional
·         Memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan
Intervensi 3
·         Pantau saturasi oksigen
Rasional
·         Menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi 4
·         Koreksi keseimbangan asam basa.
Rasional
·         Mengetahui normal tidaknya pertukaran gas
Intervensi 5
·         Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.
Rasional
·         Untuk memudahkan pernafasan
Intervensi 6
·         Latih batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional
·         Dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Diagnosa 4
Resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan
Tujuan
·         Denyut nadi klien kembali normal
Kriteria hasil
1.      Denyut jantung kembali normal
Intervensi 1
·         Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali
Rasional
·         Mengetahui normal tidakny denyut jantung
Intervensi 2
·         Auskultasi denyut jantung
Rasional
·         Dapat mengetahui bunyi jantung
Intervensi 3
·         Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas
Rasional
·         Agar pasien dapat istirahat dengan tenang
Intervensi 4
·         Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
Rasional
·         Untuk mengurangi kerja jantung




Diagnosa 5
Intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan
Tujuan
·         Pasien tidak intoleransi aktivitas lagi
Kriteria hasil
1.      Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
2.      Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi 1
·         Kaji respon aktivitas
Rasional
·         Mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
Intervensi 2
·         Instruksi pasien tentang teknik penghematan energi
Rasional
·         Pasien dapat menghemat energinya sendiri
Intervensi 3
·         Beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi kembali
Rasional
·         Pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali

  
BAB IV
KESIMPULAN

            Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf)
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)
            Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan tapi gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan dan gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621) disebabkan
oleh :
1.    Bekuan darah
2.    Gelembung udara
3.    Lemak
4.    Sel tumor
Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencaklup beragam modalitas :
1.    Terapi antikoagulan
2.    Terapi trombolitik
3.    Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
4.    Intervensi bedah



DAFTAR PUSTAKA

1.              Brunner & Suddrath.2001buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC
2.              Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,EGC, Jakarta
4.              A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke – 6. EGC: Jakarta
5.              http://eprikenzu.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-emboli.html

About the author

Admin
Semangat, NEVER GIVE UP, THE DREAM IS HARD WORK.

0 komentar:

Copyright © 2013 Keperawatan and Blogger Themes.